Monday, July 23, 2012

HELLO EVERYONE...

I AM MOVING TO BOHOKE.WORDPRESS.COM

see you there, folks

Tuesday, June 26, 2012

Aku Kenal Lorong ini


Aku kenal sekali dengan lorong ini. Lorong yang ku lewati sekarang bersama istri dan anak-anak ku. Oh ya, ini lorong itu. Lorong nomor satu di gedung ini. Segala macam jenis makanan ada disana. Tentunya makanan yang mahal dan enak. Jika aku makan berdua dengan istriku, yah, lumayanlah uang yang ku keluarkan. Tapi tak seberapa jika dibandingkan kenikmatannya.
Ah. Tapi rasanya ada yang terlewatkan.. Bukan. Bukan tentang lorong ini saja. Rasanya aku ingat gedung ini. Seragam itu. Ya. Aku ingat. Aku ingat sekarang. Dulu sewaktu aku masih kuliah. aku selalu datang ke gedung ini. Bukan untuk bekerja atau sekedar duduk santai. Tapi aku menjemput ibu ku yang bekerja di salah satu restaurant di gedung ini. Setiap hari senin selasa dan kamis aku menjemput ibu ku di pintu belakang gedung ini. Bersama ratusan anak dan suami lain yang menunggu ibu atau istrinya pulang. Dahulu aku sempat heran dan marah. Mengapa ibu ku harus menaiki tangga sementara di gedung ini banyak elevator. Tapi setelah menempuh pendidikan bisnis dan manajemen aku mengerti. Aku mengerti benar bagian mana dari negeri ini yang bisa di abaikan agar mendapatkan untung maksimal. Ya. Itu dia. Itu cerita gedung ini..
Tapi.. Lorong ini kembali mengalihkan pikiranku dari daging steak ku. Ku lihat-lihat lagi. Lampunya. Desain interiornya. Susunan meja dan kursinya. Aku ingat sekali lorong ini. Tapi dimana aku pernah melihatnya? Ah ya. Ini lorong yang dulu aku lewati setiap malam. Sewaktu aku masih sd. Ibuku baru saja diterima menjadi pelayan di salah satu restaurant steak di gedung ini. Tiap siang aku harus ikut oleh ibu untuk bekerja karena aku hanya tinggal berdua dengan ibu. Tak ada yang megurusiku. Jadilah aku menjadi penumpang gelap di bilik kecil di restaurant itu. Tiap malam aku selalu lewat lorong itu. Sembari memegang kantong plastik yang berisi potongan daging.. Sisa. Yang sudah dimodifikasi ibu ku agar aku bisa menikmatinya. Tak apa pikirku. Aku harus makan yang banyak agar bisa belajar dengan baik dan bisa bekerja lalu memiliki banyak uang. Agar ibu ku tak harus bekerja sebagai pelayan lagi. Dan agar aku bisa makan steak itu secara utuh.
Sekarang hal itu menjadi kenyataan. Aku sudah makan steak itu sepenuhnya. Lengkap dengan salad dan jus mangga. Tentunya dengan istri dan anak-anak ku.
Ah. Siapa wanita tua itu? Mengapa ia tak henti-hentinya melihat kemari? Seperti ia mengenalku. Ah sudahlah. Biarkan dia melakukan pekerjaanya mengangkat piring kotor tamu restaurant steak ini.

Wednesday, June 6, 2012

Hari 1

karena ini adalah kesempatan terakhir, mau tak mau, ya begitulah. harus semangat. ya meskipun sedikit dipaksakan. memang ada sedikit error. tidak seperti yang di janjikan. ya begitulah.

yang menjadi perhatian, bagaimana berpasang-pasang mata yang ada disana alah mata-mata yang masih berharap sekaligus pasrah. nasibnya digantung. persis menunggu kursi ditendang sembari ijuk melilit leher. mata-mata pasrah itu yang nanti akan selalu saya lihat dua bulan kedapan. tapi mata-mata pasrah itu juga yang memiliki harapan. sama besarnya dengan saya.

bismillah. demi cita-cita yang sudah diperjuangkan sedari awal.

Monday, April 30, 2012

Kenapa Berkesenian?


banyak orang bertanya, termasuk bapak saya, mengapa masih ada pemuda ranah minang yang terkesan mundur setelah berada di rantau urang seperti sebagian mahasiswa berarah minang di Bandung ini. mengapa justru setelah di sebuah kota besar dimana arus informasi sudah berkembang cepat, kita malah menari-nari dan berdendang. atau pertanyaan disaat seharusnya kita memikirkan hal-hal yang jauh lebih penting dibandingkan randai ataupun kaba Sutan Lembak tuah seperti isu-isu nasional maupun isu-isu global.
saya Paham bahwa memang tak semua orang menyukai berkesenian. memang terlalu dangkal rasanya jika hidup hanya bergantung kepada seni tanpa memperhatikan kearifan hidup lainnya. mengingat berkuliah di ITB tak akan selesai dengan memukul talempong atau gendang, rasanya begitu banyak waktu yang terbuang. disaat mahasiswa lain dikampus ini (dalam anggapan mereka yang tahu) belajar, mahasiswa minang malah mundur progresnya. kami, dianggap mundur dan dianggap tak mampu berkembang di rantau orang.  mengapa? karena sudah jauh-jauh ke Bandung lagunya Batu Tagak jua. sudah jauh-jauh ke negeri orang Tabuik jua yang di bawa.
hemat tiap orang boleh berbeda. pandangan boleh berbeda. tapi izinkan pula saya memaparkan hemat saya terhadapa kegiatan “mangana-ngana kampuang” ini. 

pertama. rancu bagi saya memisahkan kearifan lokal dengan kesenian. saat ini orang banyak yang mengatakan bahwa mahasiswa sudah kehilangan kearifan lokal dalam dirinya. banyak mereka yang sudah tak tahu sopan santun dan etika yang paling dasar. sedikit info, dalam proses berkesenian saya dikampus, banyak kearifan lokal (meski tak semuanya) yang disuapkan kedalam pikiran saya. contoh paling dasar adalah penggunaan kata nan ampek. terlebih “kato malereang”. bahkan bagi segelintir orang yang tak pernah kenal dengan penerapan kato nan ampek itu, sekarang sangat terasa apa yang dimaksud dengan kato nan ampek tersebut. 
dua. berkesenian lokal saat ini berarti melestarikannya. siapa yang tak marah reog di ambil alih malaysia? siapa yang sok-sok an menghujat ketika rasa sayange di klaim malaysia. ketika kami beruapaya mempertahankan Galombang Pasambahan dalam menyambut tamu sebelum ada yang mengklaimnya, kenapa kami dicap tidak berkembang? jika boleh saya memasukan unsur subjektifitas, sebelum saya merantau ke Bandung, saya tak tahu siapa itu Al-Kawi, bagaimana syahdunya dendang dengan alunan Saluang. tak pernah saya resapi tiap kata yang dialunkan si pedendang. tapi kini saya meresapi banyak pelajaran hidup. bahkan Jeffrey Hadler, penulis buku Sengketa Tiada Putus yang membahas dualisme Minangkabau dan Islam banyak mencantumkan dendang-dendang lama sebagai bahan analisisnya. lalu apa yang salah dengan melestarikannya?
tiga, pertanyaan yang banyak muncul adalah, mengapa tak mencoba memadukan unsur kesenian lokal ini dengan budaya lain. atau pembawaanya lebih intelek dan lebih “modern”. misal Master of Ceremony nya lebih berkelas atau dramanya dalam bahasa Indonesia. dalam hemat saya jawabnya cuma ada dua. pertama, target saya dalam berkesenian ini adalah mengobati kerinduan akan kampung halaman. banyak manusia-manusia rantau di Bandung yang telah bertahun-tahun tak pulang kerumahnya. banyak manusia-manusia yang menetes air matanya ketika mendengar ratok yang di dendangkan dalam kesenian kami. intinya saya melihat dengan berkeseniannya kami, muncul rasa bangga bagi orang-orang rantau bahwa kampung mereka masih ada. kampung mereka tak tenggelam digulung zaman. kemarin, setelah bubar pagelaran, ada seorang tua yang berdomisili di Tubagus mengatakan bahwa ia telah lama tak mendengar dendang. beliau merantau tahun 60an akhir. sejak itu sangat jarang beliau mendengarkan dendang. tapi mendengarkan dendang tadi malam, “aia mato ambo manitiak nak, rancak bana nak. tarimo kasih” ungkapnya saat bersalaman setelah acara. lihat bagaimana bangganya mereka atas kampung halaman? alasan kedua ya karena rindu akan rumah kami terbayar dengan “suasana” yang terbangun dalam kesenian kami tadi. celoteh-celoteh khas minangkabau yang biasanya terdengar saat berada disekitar bapak dan ibu seringkali terdengar di saat berkesenian. 
keempat. seorang filsuf mengatakan bahwa tingkatan tertinggi dalam pencapaian hidup itu adalah seni. ketika orang sudah mencapai tingkat pemikiran yang lebih mapan dari sekedar menentukan salah dan benar, baik dan buruk, maka ia akan beranjak ketingkat yang lebih lanjut dimana tidak ada yang salah maupun yang benar. dimana tidak ada yang baik ataupun buruk. yang ada hanya adalah keindahan dan bagaimana cara menikmati keindahan tersebut. dan hal itu adalah seni

Tuesday, April 10, 2012

entah kenapa hati ini masih goyang. pondasinya belum kuat. semacam sedih. semacam marah tak tertahankan. mungkin selama ini saya hanya memenangkan hati agar hati ini tak runtuh. supaya tegak kepala ini. tapi semakin lama semakin tak pasti. semakin sedih. semakin tak bisa menerima bahwa memang cita-cita harus pupus. hampir setahun sejak kegagalan itu. masih tak bisa hati ini teguh. masih tak bisa ikhlas. tak rela. sebenarnya tak lagi terpikirkan oleh saya. tapi, kini perasaan itu muncul kembali. serasa saya ingin tinggalkan semua ini. dan ulangi dari awal kembali.

Tuesday, March 20, 2012


Kabarnya tadi pagi Menteri BUMN yang merupakan mantan Dirut PLN itu ngamuk di pintu tol Slipi. berita lengkap bisa baca di sini. terlepas dari salah atau benar. maupun buruk atau tidaknya dampak yang dihasilkan oleh kejadian tadi pagi itu, ada hal lain yang rasanya lebih menarik bagi saya.
menjelang pemilu tahun 2014 atau DKI-1 Juli ini, sebenarnya ada satu point kecil yang selama ini luput. masyarakat tidak peduli apakah ia liberal apakah ia komunis, apakah dia atheis atau apapun dia. masyarakt butuh pemimpin yang bergerak cepat yang tak perlu polesan-polesan media. masyarakat rindu sosok yang membumi. yang perangai nya rasional. yang tak banyak sandiwara. lihat saja tanggapan manusia-manusia di dunia perkicauan. hampir 90% menyatakan simpati nya terhadap hal yang dilakukan bapak Menteri tadi pagi. dari hal tersebut bisa saya asumsikan bahwa hanya tindakan yang sekarang dibutuhkan oleh masyarakat. tak perlu ada debat antar calon. tak perlu ada jakarta lawyers club atau apapun. menurut saya, siapapun yang ingin mensejahterakan masyarakat, ya tak perlu diumumkan di media. tak perlu banyak omong. cukup lakukan tanpa banyak suara. toh sekarang sudah banyak Citizen Journalism. apa apa sekarang mudah terpantau secara murni. berbeda dengan jurnalisme telivisi yang sudah terbebani keperluan pemilik Tv nya.
tapi aksi juga memang tak selamanya bisa meyakinkan masyarakat terhadap seseorang. misal saja sekarang Foke yang melakukan hal tersebut, tentu cemooh yang akan didapatkan oleh beliau. karena image yang tercipta dari ucapan dan perbuatannya sudah memburukannya secara tak langsung. sedikit banyak apa apa yang sudah di ucapkan dan diperbuat bisa mempengaruhi masa.
jangan pernah mengharapkan UKM akan memberikan sesuatu untuk mu. jika tujuan awal mu UKM adalah tempat kamu mendapatkan sesuatu, maka merugilah engkau. bagiku UKM tak akan pernah bisa memberi apa-apa. bagiku UKM tak akan pernah bisa memberi kenyamanan. justru tugas kita lah yang berbuat sesuatu disana. justru tugas kita lah yang menyamankan UKM. bagiku UKM adalah bagaimana cara kau memandangnya. bagaimana cara kau melihatnya. bagaimana cara kau meletakkanya didalam benak mu. baik buruknya tergantung bagaimana kau melihatnya. bagiku UKM adalah pilihan. dan seburuk-buruk orang adalah orang yang mengkhianati pilihannya