Tuesday, June 26, 2012

Aku Kenal Lorong ini


Aku kenal sekali dengan lorong ini. Lorong yang ku lewati sekarang bersama istri dan anak-anak ku. Oh ya, ini lorong itu. Lorong nomor satu di gedung ini. Segala macam jenis makanan ada disana. Tentunya makanan yang mahal dan enak. Jika aku makan berdua dengan istriku, yah, lumayanlah uang yang ku keluarkan. Tapi tak seberapa jika dibandingkan kenikmatannya.
Ah. Tapi rasanya ada yang terlewatkan.. Bukan. Bukan tentang lorong ini saja. Rasanya aku ingat gedung ini. Seragam itu. Ya. Aku ingat. Aku ingat sekarang. Dulu sewaktu aku masih kuliah. aku selalu datang ke gedung ini. Bukan untuk bekerja atau sekedar duduk santai. Tapi aku menjemput ibu ku yang bekerja di salah satu restaurant di gedung ini. Setiap hari senin selasa dan kamis aku menjemput ibu ku di pintu belakang gedung ini. Bersama ratusan anak dan suami lain yang menunggu ibu atau istrinya pulang. Dahulu aku sempat heran dan marah. Mengapa ibu ku harus menaiki tangga sementara di gedung ini banyak elevator. Tapi setelah menempuh pendidikan bisnis dan manajemen aku mengerti. Aku mengerti benar bagian mana dari negeri ini yang bisa di abaikan agar mendapatkan untung maksimal. Ya. Itu dia. Itu cerita gedung ini..
Tapi.. Lorong ini kembali mengalihkan pikiranku dari daging steak ku. Ku lihat-lihat lagi. Lampunya. Desain interiornya. Susunan meja dan kursinya. Aku ingat sekali lorong ini. Tapi dimana aku pernah melihatnya? Ah ya. Ini lorong yang dulu aku lewati setiap malam. Sewaktu aku masih sd. Ibuku baru saja diterima menjadi pelayan di salah satu restaurant steak di gedung ini. Tiap siang aku harus ikut oleh ibu untuk bekerja karena aku hanya tinggal berdua dengan ibu. Tak ada yang megurusiku. Jadilah aku menjadi penumpang gelap di bilik kecil di restaurant itu. Tiap malam aku selalu lewat lorong itu. Sembari memegang kantong plastik yang berisi potongan daging.. Sisa. Yang sudah dimodifikasi ibu ku agar aku bisa menikmatinya. Tak apa pikirku. Aku harus makan yang banyak agar bisa belajar dengan baik dan bisa bekerja lalu memiliki banyak uang. Agar ibu ku tak harus bekerja sebagai pelayan lagi. Dan agar aku bisa makan steak itu secara utuh.
Sekarang hal itu menjadi kenyataan. Aku sudah makan steak itu sepenuhnya. Lengkap dengan salad dan jus mangga. Tentunya dengan istri dan anak-anak ku.
Ah. Siapa wanita tua itu? Mengapa ia tak henti-hentinya melihat kemari? Seperti ia mengenalku. Ah sudahlah. Biarkan dia melakukan pekerjaanya mengangkat piring kotor tamu restaurant steak ini.

Wednesday, June 6, 2012

Hari 1

karena ini adalah kesempatan terakhir, mau tak mau, ya begitulah. harus semangat. ya meskipun sedikit dipaksakan. memang ada sedikit error. tidak seperti yang di janjikan. ya begitulah.

yang menjadi perhatian, bagaimana berpasang-pasang mata yang ada disana alah mata-mata yang masih berharap sekaligus pasrah. nasibnya digantung. persis menunggu kursi ditendang sembari ijuk melilit leher. mata-mata pasrah itu yang nanti akan selalu saya lihat dua bulan kedapan. tapi mata-mata pasrah itu juga yang memiliki harapan. sama besarnya dengan saya.

bismillah. demi cita-cita yang sudah diperjuangkan sedari awal.